Ada
3 dokter muda, wanita, berteman baik, yang barusaja mengucapkan sumpah
dokternya. Kalian tahu isi sumpah dokter? Itu keren sekali, amat indah.
Saya akuntan, tapi sy tetap terharu membacanya, bahkan baru kalimat2
awalnya saja, membaca sumpah dokter ini membuat sy amat menghargai
profesi ini.
Terbawa suasana riang barusaja menjadi dokter,
juga dilingkupi dengan semangat kebaikan yg ada dalam sumpah socrates
tersebut, ketiga sahabat baik ini berjanji satu sama lain untuk
mengadakan sebuah kompetisi positif, yaitu: siapa yang paling banyak
melayani orang lain selama mereka menjadi dokter. siapa yg paling banyak
memberikan manfaat bagi orang lain (entah itu merawat pasien, orang2
berkonsultasi, murid/mahasiswa, bimbingan, apa saja, sepanjang
mendapatkan manfaat dari ilmu kedokteran mereka). Dua puluh tahun lagi
mereka akan bertemu, dua puluh tahun lagi mereka akan melihat siapa yg
memenangkan kompetisi tersebut.
Waktu berlalu cepat, lepas dari
acara pengucapan sumpah tersebut, ketiga dokter itu berpisah, karena
asal kota mereka memang berbeda satu sama lain, berjauhan. Dua puluh
tahun berlalu, mereka disibukkan dengan rutinitas masing2, hingga
tibalah reuni akbar fakultas kedokteran kampus mereka. Tiga dokter itu
bertemu kembali. Tertawa bahagia, saling berpelukan, mengenang banyak
hal, dan bercerita lebih banyak lagi. Hanya soal waktu ketika mereka
bertiga sambil tersenyum simpul mulai membicarakan tentang kompetisi dua
puluh tahun lalu.
Dokter pertama, kembali ke kota asalnya,
menjadi dokter yg amat terkenal. Dia bekerja di rumah sakit daerah,
sekaligus membuka praktek. Dia dokter yg berdedikasi, sumpah socrates
membuatnya menjadi dokter yg penuh kasih sayang, peduli pada pasien,
selalu membantu. Maka tidak heran, puluhan orang memenuhi tempat
prakteknya setiap hari. Dua puluh tahun berlalu, berapa jumlah orang yg
pernah dilayaninya? Seratus ribu orang. Wow, dua sahabatnya berseru
kagum, bukan main.
Dokter kedua, giliran dia bercerita, sejak
masih mahasiswa dia sudah menjadi aktivis yg baik. Saat sudah menjadi
dokter, maka dia mendedikasikan ilmunya untuk orang2 yg tidak mampu,
terpencil dan terkena musibah. Saat kejadian tsunami di suatu tempat,
puluhan, ratusan, tidak terhitung pasien setiap hari yg harus ditangani,
belum lagi belasan posko kesehatan yg berada di bawah komandonya. Dia
dokter yg hebat. Dua puluh tahun berlalu, maka jumlah orang yg
dilayaninya tidak kalah mengagumkan, seratus lima puluh ribu orang. Wow,
dua sahabatnya berseru tidak kalah kagumnya, bukan main. Terlebih
orang2 yg dia layani adalah orang2 yg tidak mampu atau terkena musibah.
Setelah seruan kagum atas cerita temannya, dokter ketiga terdiam,
giliran dia bercerita, tapi hei, dia menggeleng. Ada apa? Dua temannya
yg penasaran hendak mendengar rekornya bertanya. Dia menggeleng lagi.
Kenapa? Ternyata, sejak sumpah socrates itu dilakukan, dia seharipun tdk
pernah membuka tempat praktek dokter atau bekerja di rumah sakit,
klinik. Mengapa? Karena saat kembali ke kota asalnya, menikah, suaminya
memang mengijinkan dia bekerja, tapi Ibunya mendadak jatuh sakit.
Lumpuh, hanya bisa tiduran di ranjang. Anak semata wayang, dia
memutuskan merawat Ibunya, penuh kasih sayang, telaten. Bertahun2 Ibunya
sakit, dan saat usia tua tidak bisa dikalahkan oleh perawatan medis
sebaik apapun, Ibunya meninggal dalam pelukannya. Satu tahun setelah
kesedihan itu, dia hendak kembali memulai cita2 membuka praktek
dokternya, tapi suaminya, tiba2 juga menyusul jatuh sakit, stroke.
Terbaring di ranjang tdk berdaya. Maka dimulai lagi siklus yg sama.
Bertahun2 merawat suaminya, penuh kasih sayang, telaten. Kondisi
suaminya memang membaik belakangan, sudah bisa berjalan normal, tapi
semua sudah berlalu, dua puluh tahun telah lewat, kesempatan telah
dimakan waktu.
Hanya dua orang itu saja pasiennya selama ini.
Lantas siapa yang memenangkan kompetisi ini? Dokter yang ketiga.
Tentu saja bukan karena semata2 dia merawat Ibu dan suaminya. Karena
jumlahnya tetap kalah telak dibanding rekor pasien dua sahabatnya tadi.
Dia memenangkan kompetisi itu, karena dia punya sebuah rahasia kecil.
Kalau mau jujur2an, tidak terhitung dokter ketiga ini marah, kecewa
dengan situasi yg dialaminya. Dia iri melihat tetangganya, ibu2 rumah
tangga yg juga memiliki karir. Apalagi saat membayangkan temannya yg
sekarang pasti sibuk melayani pasien. Dia termasuk lulusan terbaik, tapi
sekarang hanya terkurung di rumah. Tapi mau dikata apa? Siapa yg akan
merawat Ibu dan suaminya? Maka dengan kesadaran baru, di tengah2
keterbatasan tersebut, di sisa2 waktu yg dimilikinya di rumah, karena
jelas dia tdk bisa pergi lama meninggalkan ibunya dan suaminya, dia
mulai menulis. Bertahun2 tulisannya tentang kesehatan, dunia medis mulai
menggunung. Dan satu persatu menjadi buku dan diterbitkan penerbit
besar. Mencengangkan melihat buku2 itu bisa jauh sekali menyerbu hingga
ke kamar tidur, toilet. Karena dia menulis apa saja, mulai dari tips
kesehatan simpel, hingga update dunia kedokteran modern, maka buku2nya
amat beragam. Menjadi teman bagi ibu2 yg sedang hamil. Menjadi teman
bagi ibu2 yg punya balita. Menjadi teman bagi siapa sj yg merawat pasien
di rumah. Puluhan judulnya, ratusan ribu oplahnya, jutaan pembacanya.
Wow, dua sahabatnya berseru kagum setelah terdiam lama. Hei, ternyata
itu buku karanganmu? Dua temannya berseru riang, kami bahkan memakainya
sebagai referensi loh, mereka memeluk erat dokter ketiga. Mereka
bersepakat, dialah yang memenangkan kompetisi tsb.
My dear,
siapa saja yg tersambung dgn page ini, dan berniat utk belajar banyak
hal dari page ini, maka yakinilah, kita selalu punya cara jika ingin
bermanfaat bagi orang lain.
Saya beri contoh lain. Ada ibu2
rumah tangga, tidak berpendidikan, SD pun tidak tamat. Keluarga mereka
miskin, anak banyak. Tapi dia setiap hari selalu menyempatkan setelah
menjadi buruh tani, menanam pohon bakau. Kampung mereka dekat dengan
pantai. Puluhan tahun berlalu, berapa jumlah pohon bakau yg dia tanam?
Jutaan. Menakjubkan. Apa modal menanam pohon bakau? Cukup golok, tebas
sana, tanam sini. Dan berpuluh tahun berlalu, pohon bakau itu bukan saja
menjadi tameng jika tsunami terjadi, tapi mengembalikan kesuburan,
ikan, kepiting, udang, bermanfaat banyak bagi kampung tersebut.
Saya beri contoh lain. Ada pemuda putus sekolah, kelas dua SMA, karena
dipengaruhi teman, merokok, mabuk2an, nge-trek, maka drop outlah dia.
Usianya sekarang dua puluh lima, kerja serabutan jadi tukang, montir,
apa saja. Tapi dia punya kesadaran baru. Dia tidak ingin anak2 di
kampung itu senasib dengannya, maka jagoan muda kita ini, dengan uang
tabungan yg sedikit dr kerja serabutan, mulai mendirikan taman bacaan di
rumah orang tuanya. Dengan akses bacaan yg baik, anak2 di kampung itu
bisa memiliki pemahaman yg baik. Sedikit sekali koleksi bukunya, tp
semangat membaca anak2 lebih penting.
My dear, kita selalu
punya cara jika ingin bermanfaat bagi orang lain. Selalu. Maka mulailah
dilakukan. Dikongkretkan. Sebagai penulis, sy mungkin bisa membuat indah
kalimat, mungkin membuat hati berembun, mungkin membuat kalian menangis
atau tiba2 bersemangat, tapi itu hanya kalimat2. Kalianlah yg akan
membuatnya mnejadi nyata, dengan tindakan kongkret.
Selamat mencoba.
By : Darwis Tere Liye
Komentar
Posting Komentar