Langsung ke konten utama

Keindahan yang Tersembunyi di 3 Pulau [END]


Pagi harinya kami mengadakan solat subuh berjama’ah. Kemudian berkumpul untuk meregangkan otot dan badan agar lebih sehat. Kami melakukan senam bersama diatas pasir pantai yang lembut sehingga kami tak satupun memakai sandal. Hehe. Lanjut, kami mandi dan sarapan pagi. Selanjutnya beres-beres barang dan merapihkan tenda. Kami akan berangkat ke tujuan berikutnya. Terdapat 2 pulau yang sangat sayang dilewatkan jika sudah ke Pulau Nangka. Pulau Pelepas dan Pulau Begadung adalah 2 pulau kecil tak berpenghuni yang berdekatan dengan Pulau Nangka. Cukup mengendarai perahu sekitar 15 menit menuju Pulau Pelepas.
Pict 9. Perahu kami berlabuh anggun di Pulau Pelepas
Pulau ini terdapat mercusuar yang menjulang tinggi. Terdapat diatas bukit ditengah Pulau Pelepas. Mercusuar ini dibangun pada masa Belanda menjajah Indonesia dan digunakan untuk memberi tanda ke kapal laut. Kondisi mercusuar ini bercat putih dan memiliki ketinggian kurang lebih 15 meter. Sayang, kita tak bisa masuk kedalam mercusuar dan menaikinya karena terkunci. Mercusuar ini sepertinya sudah lama tidak diurus dan ditinggalkan, terlihat dari banyak rumput dan kondisi penginapan disekelilingnya, kotor dan berdebu. Sungguh disayangkan. Mungkin kegunaan mercusuar ini tidak lagi dimanfaatkan sehingga mercusuar ini terabaikan. Tapi tak mengapa. Mungkin kehadiran kami yang berkunjung sebentar dapat mengobat rasa kesepian mercusuar ini kali ye. Hehehe.
Pict 10. Mercusuar Pulau Pelepas

Setelah mengambil beberapa foto dan video, kami turun lagi ke bawah, ke pantai tempat kami mendaratkan perahu. Kemudian kami berangkat menuju pulau sebelahnya, yaitu Pulau Begadung. Pulau ini tidak terlalu besar seperti Pulau Pelepas. Kami hanya mampir sebentar untuk berfoto karena kami khawatir. Kenapa? Yaaa, ombak akan semakin tinggi jika kami kembali ke pelabuhan tanjung pura sudah mendekati magrib. Sekitar 15-30 menit kami mengunjungi pulau ini. Kemudian kami bergegas menaiki perahu yang kami sewa dan bergerak menuju Pelabuhan Tanjung Pura.

Dengan sigap, Bapak Pengemudi Nelayan melepas tali pengikat perahu, perahu berbelok dan berlayar menelusuri lautan. Dibawah sinar matahari sore hari, ikan-ikan berenang dan burung-burung laut berterbangan. Aku bersyukur masih diberikan umur oleh Allah untuk menikmati pemandangan langka yang ku temui di kota. Byur... Ombak menyapu perahu, makin lama makin kencang. Teman-temanku yang duduk di bagian depan bajunya setengah basah. Aku duduk dibagian samping. Sekitar 30 menit terombang ambing di lautan, kami tiba di pelabuhan. Sayang, air sedang pasang dan turun hujan, tinggi sekali sehingga perahu tidak bisa benar-benar mendekati bibir pantai. Kami dengan terpaksa menyeburkan diri, membasahi setengah badan dengan air laut yang berwarna coklat karena lumpur. Hehehe. Pakaian kami basah. Sambil menenteng tas masing-masing, kami berjalan menuju warung di pelabuhan, meletakkan tas dan membersihkan diri di MCK dekat pelabuhan dengan sumur yang besar. Alhamdulillah kamar mandinya bersih dan terawat, juga gratis! Kemudian beberapa orang dari kami memesan mie kuah dan pempek di warung, mengisi perut yang kelaparan. 
Pict 11. Selfie di perahu :D

Hari masih hujan, ketika dua orang dari rombongan mengatakan tidak bisa menemukan tas ranselnya di perahu. Oh No! Bagaimana ini? Sudah dicari-cari di pelabuhan tapi tidak ketemu. Mungkin terbawa di perahu yang sudah kembali ke Pulau Nangka lagi. Bang Junai dan Pak Kadus menelepon Bapak Pengemudi Kapal tetapi tidak dapat dihubungi, terkendala sinyal di laut. Ya, dengan sedih, teman kami kembali ke Desa Dalil tanpa tasnya.
Hujan masih turun ketika hari sudah menunjukkan pukul empat sore, kami menaiki mobil yang diparkir di pelabuhan. Kali ini aku naik mobil pick-up dengan rombongan cewek. Walau hujan rintik-rintik masih mengguyur, kami tetap jalan sambil mengobrol dan ketawa-ketawa. Terpal, kardus, jaket kami gunakan untuk menutupi pakaian kami yang basah. Seru sekali! Lalu tak terasa, mobil sampai di rumah Diar, dekat lapangan bola Desa Dalil. Kami berpisah disana, saya dan Caul menumpang mobil Bang Joni sampai depan jalan rumah Caul. Kurang lebih 15 menit sebelum magrib kami tiba dirumah. Bapak lagi duduk di kursi meja makan sambil mendengarkan berita tentang gempa Palu dan Donggala yang berkekuatan besar.
Dari perjalanan ini, aku banyak belajar tentang alam. Menghargai laut dan menghormati isi hutan di 3 pulau yang kami datangi. Untuk tidak merusak, tidak membunuh hewan langka dan terlarang. Untuk senantiasa menjaga kearifan lokal, bercakap ramah dan hangat pada penduduk lokal. Untuk membuka wawasan baru terhadap daerah yang kami kunjungi. Untuk bersahabat dengan siapapun, berteman dengan yang muda maupun tua. Untuk mengenal kehidupan orang lain, memahami perasaan mereka dan tidak menyakiti hati orang-orang yang jauh dari kemajuan teknologi. Untuk makan bersama dengan lebih rapih dan senantiasa berbagi. Untuk menjaga lingkungan yang kami datangi supaya tetap bersih. Untuk bersama-sama membangun kekeluargaan yang tercipta baik dengan kawan baru atau masyakarat terpencil. Untuk mendukung pariwisata Indonesia agar lebih dikenal banyak orang. Untuk menyiapkan segala sesuatu sebelum berpergian bersama-sama dan membereskannya lagi bersama-sama. Seperti kalimat bijak yang mengatakan, “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Untuk merawat keindahan Allah yang telah diciptakan agar tetap bisa dinikmati oleh orang lain. 
Pict 12. Foto Bersama Rombongan Karang Taruna Desa Dalil, Bapak Kadus Baru dan Kadus Lama
Special Thanks To :
Kedua Orang Tua angkatku di Desa Dalil yang selalu menganggapku anaknya sendiri, dikasih makan, dikasih tempat tidur nyaman, diceritakan segala hal. Caul alias Naura Rasaty Ungu, anak ibu bapak. Bang Junai yang selalu ngajak pergi main. Pak Kadus Pulau Nangka yang telah memfasilitasi kami. Karang Taruna Desa Dalil yang sudah berteman baik denganku, Kiki, Bang Ayeng, Puy, Lola, dll. Bang Alvin atas foto cantik dan kendaraan roda empatnya. Bang Joni atas mobil pick-up nya. Diar, jago masakm ngelucu dan rame. Nurul Rita Ramadhani, kawan baru yang kerja di Bank Sumsel Babel Syariah yang ramah, cantik dan baik hati. 
Bonus Foto: Temen w namanya Nurul
Bonus Foto: Sebelum berangkat
Bonus Foto: Depan gerbang pelabuhan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik lagu "Ngumpul-ngumpul" lagu khas Bangka

Ngumpul-ngumpul sipak ungket di Girimaya Nek gi jalan nek gi mancing ke Pasir Padi Nari-nari nyanyi-nyanyi parai tenggiri Pilih bae ape nek e semuen ge ade **Banyak miak banyak bujang dr lah mane Bujang baru miak baru datang gi namu Ayo kawan kite sambut S'pintu Sedulang Adat negri sampai kini die lestari   Reff :  Cuma jgn ki lupa sopan santun dijage Dak kawa urang ngate ki gile Kite jage besame semboyan negri kite Berteman bersih tertib & aman  Ngumpul-ngumpul sekeluarga gi ke Pemali Kite mandi ayik anget badan ge seger Renyek nginep hawa seger gi ke Menumbing Dulu suah pale kite nginep disini Back to **

Resensi Novel Tenun Biru karya Ugi Agustono J.

Judul Resensi : Terjun menuju Ragam Daerah dan Budaya di Indonesia Identitas Buku Judul buku            : Tenun Biru Pengarang             : Ugi Agustono J. Penerbit                 : Nuansa Cendikia Alamat penerbit    : Komplek Sukup Baru No. 23 Ujungberung Kota terbit             : Bandung Jumlah halaman    : 362 halaman Ukuran                  : 14,5 x 21 x 2 cm Cetakan I              : November 2012 Harga                    : Rp. 50.000,- Ugi Agustono J. (Ugi J.) alumnus STIE Perbanas Surabaya jurusan Akuntansi ini memiliki tradisi otodidak dalam urusan membaca dan kemauan luar biasa besar menulis beragam karya, dari ilmiah hingga karya fiksi. Dulu ia suka menulis naskah untuk program pendidikan SD, SMP & SMA—meliputi pelajaran Fisika, Kimia, Biologi, Sejarah dan Matematika. Karya fiksi sebelumnya yang sudah terbit adalah novel Anakluh Berwajah Bumi yang diterbitkan oleh Gramedia-Kompas 2010. Ratna terlahir dari keluarga mampu, punya pendidik

Pengalaman Pertama Naik Kapal Ferry

Setiap diri dari kita pastilah pernah melakukan suatu perjalanan, baik itu dalam jarak yang dekat maupun jauh. Baik dilakukan dengan sendiri atau beramai-ramai. Setiap dari perjalanan itu memiliki suka dan duka masing-masing. Aku, sejak dilahirkan hingga kini menginjak usia dewasa, sudah beberapa kali melakukan perjalanan.  Enam tahun yang lalu, saat masa-masa kegalauan dan penuh ketidakpastian. Senja itu, aku duduk didepan seperangkat komputer di sebuah warnet, hendak mengecek pengumuman SNMPTN. Pukul lima sore katanya sudah bisa diakses, jadilah aku memasukkan nomor pendaftaran dan kabar bahagia itu datang. Aku diterima di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia dengan jalur beasiswa. Tidak di kota aku dibesarkan, melainkan di pulau seberang. Bukan. Bukan pulau Jawa! Melainkan pulau yang kaya dan terkenal penghasilan sumber daya alamnya berupa timah. Itu adalah pulau Bangka Belitung. Berbekal pengumuman dan sejumlah berkas persyaratan yang dibutuhkan