Langsung ke konten utama

Keindahan yang Tersembunyi di 3 Pulau [PART 2]


Tenda-tenda untuk bermalam segera didirikan. Ada anak-anak berjalan mengikuti kami ke pantai sambil membawa bola. Perkakas dapur dikeluarkan dan api dinyalakan. Terpal dibentangkan dan bersiap solat zuhur. Lalu perbekalan dikeluarkan dan santap siang bersama. Menunya nasi kuning, sambel, acar dan telor. Pencuci mulutnya semangka.
Setelah itu, saya dan teman-teman wanita yang lain menggoreng pempek untuk cemilan siang sambil mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan teman lain. Ini terniat sumpah! Mereka sampe bawa speaker gede buat nyanyi loh! Totalitas banget kan. Teman yang lain memasang hammock untuk tidur dan membersihkan sampah makanan.
Pict 5. Hammock yang sudah terpasang dan salah satu guide kita
Sore hari kami berjalan menuju “Batu Belawang” yang dalam bahasa Indonesia Batu Berpintu. Disebut demikian karena batu tersebut berlubang sehingga seperti pintu untuk masuk ruangan di sebelahnya. Ditemani Bapak Kadus yang baik hati kami berjalan lagi membelah pulau menuju lokasi Batu Belawang berada. Walau panas menyengat tetapi tidak menyurutkan semangat kami. Batu ini berada di tepi pantai dan banyak anak pohon bakau didekatnya.
Pict 6. Batu Belawang berwarna merah bata terdapat di sisi pantai Pulau Nangka
Setelah puas berfoto dan selfie ria, maka kami segera kembali menuju lokasi camp. Namun berhubung kami bertemu nelayan yang baru pulang dari melaut dan membawa hasil tangkapan, kami membeli ikan segar, kepiting dan kerang untuk perbekalan besok. Sampai di pantai lagi, teman-teman yang tidak ikut ke Batu Belawang sudah memanggang ayam bakar dan sate ayam yang enak untuk malam. Maknyussss!
Pict 7. Memanggang sate ayam
Senja akan berakhir, matahari akan terbenam. Subhanallah! Makhluk manapun pasti akan takjub dengan keindahan alam yang luar biasa ini. Menit-menit terakhir saat sang surya ‘kan pergi. Aku bersyukur sekali dapat menikmati pemandangan yang indah ini bersama teman-temanku yang baik dan ramah ini. Tak lupa ku abadikan momen yang akan ku tunjukkan kepada semua orang bahwa memandang sunset itu sangat indah.
Pict 8. Sunset di Pulau Nangka yang sangat sayang dilewatkan

Malam hari kami menggelar hidangan makan malam dan berkumpul membentuk lingkaran seperti makan liwetan. Bedanya ini bukan nasi liwet tapi nasi dengan ayam bakar dan lempah kepiting dengan mak dapur, Diar. Diar ini sebenarnya laki-laki, friends. Tapi dia jago sekali masak-memasak. Makanannya sedap dan pandai mengolah bumbu dapur sehingga dipanggil Mak Dapur. Hehe.
Setelah makan malam bersama, kami mengadakan diskusi dan bincang-bincang terkait Pulau Nangka ini. Asal-usul dinamakan Pulau Nangka. Mitos dan sejarah para penghuni terdahulu Pulau Nangka. Keterkaitan dan dukungan pemerintah dalam memajukan daerah ini dan tanya jawab seputar organisasi yang berjalan di Karang Taruna Desa Dalil. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam dan lagi-lagi Mak Diar membuat suasana jadi hangat karena mengajak bermain games. Kami berjoget dan bersenang-senang sampai perut kami sakit karena tertawa. Setelah itu, kami kembali ke tenda atau hammock masing-masing dan tertidur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik lagu "Ngumpul-ngumpul" lagu khas Bangka

Ngumpul-ngumpul sipak ungket di Girimaya Nek gi jalan nek gi mancing ke Pasir Padi Nari-nari nyanyi-nyanyi parai tenggiri Pilih bae ape nek e semuen ge ade **Banyak miak banyak bujang dr lah mane Bujang baru miak baru datang gi namu Ayo kawan kite sambut S'pintu Sedulang Adat negri sampai kini die lestari   Reff :  Cuma jgn ki lupa sopan santun dijage Dak kawa urang ngate ki gile Kite jage besame semboyan negri kite Berteman bersih tertib & aman  Ngumpul-ngumpul sekeluarga gi ke Pemali Kite mandi ayik anget badan ge seger Renyek nginep hawa seger gi ke Menumbing Dulu suah pale kite nginep disini Back to **

Resensi Novel Tenun Biru karya Ugi Agustono J.

Judul Resensi : Terjun menuju Ragam Daerah dan Budaya di Indonesia Identitas Buku Judul buku            : Tenun Biru Pengarang             : Ugi Agustono J. Penerbit                 : Nuansa Cendikia Alamat penerbit    : Komplek Sukup Baru No. 23 Ujungberung Kota terbit             : Bandung Jumlah halaman    : 362 halaman Ukuran                  : 14,5 x 21 x 2 cm Cetakan I              : November 2012 Harga                    : Rp. 50.000,- Ugi Agustono J. (Ugi J.) alumnus STIE Perbanas Surabaya jurusan Akuntansi ini memiliki tradisi otodidak dalam urusan membaca dan kemauan luar biasa besar menulis beragam karya, dari ilmiah hingga karya fiksi. Dulu ia suka menulis naskah untuk program pendidikan SD, SMP & SMA—meliputi pelajaran Fisika, Kimia, Biologi, Sejarah dan Matematika. Karya fiksi sebelumnya yang sudah terbit adalah novel Anakluh Berwajah Bumi yang diterbitkan oleh Gramedia-Kompas 2010. Ratna terlahir dari keluarga mampu, punya pendidik

Pengalaman Pertama Naik Kapal Ferry

Setiap diri dari kita pastilah pernah melakukan suatu perjalanan, baik itu dalam jarak yang dekat maupun jauh. Baik dilakukan dengan sendiri atau beramai-ramai. Setiap dari perjalanan itu memiliki suka dan duka masing-masing. Aku, sejak dilahirkan hingga kini menginjak usia dewasa, sudah beberapa kali melakukan perjalanan.  Enam tahun yang lalu, saat masa-masa kegalauan dan penuh ketidakpastian. Senja itu, aku duduk didepan seperangkat komputer di sebuah warnet, hendak mengecek pengumuman SNMPTN. Pukul lima sore katanya sudah bisa diakses, jadilah aku memasukkan nomor pendaftaran dan kabar bahagia itu datang. Aku diterima di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia dengan jalur beasiswa. Tidak di kota aku dibesarkan, melainkan di pulau seberang. Bukan. Bukan pulau Jawa! Melainkan pulau yang kaya dan terkenal penghasilan sumber daya alamnya berupa timah. Itu adalah pulau Bangka Belitung. Berbekal pengumuman dan sejumlah berkas persyaratan yang dibutuhkan