Langsung ke konten utama

Pengalaman Pertama Naik Kapal Ferry

Setiap diri dari kita pastilah pernah melakukan suatu perjalanan, baik itu dalam jarak yang dekat maupun jauh. Baik dilakukan dengan sendiri atau beramai-ramai. Setiap dari perjalanan itu memiliki suka dan duka masing-masing. Aku, sejak dilahirkan hingga kini menginjak usia dewasa, sudah beberapa kali melakukan perjalanan. 

Enam tahun yang lalu, saat masa-masa kegalauan dan penuh ketidakpastian. Senja itu, aku duduk didepan seperangkat komputer di sebuah warnet, hendak mengecek pengumuman SNMPTN. Pukul lima sore katanya sudah bisa diakses, jadilah aku memasukkan nomor pendaftaran dan kabar bahagia itu datang. Aku diterima di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia dengan jalur beasiswa. Tidak di kota aku dibesarkan, melainkan di pulau seberang. Bukan. Bukan pulau Jawa! Melainkan pulau yang kaya dan terkenal penghasilan sumber daya alamnya berupa timah. Itu adalah pulau Bangka Belitung.

Berbekal pengumuman dan sejumlah berkas persyaratan yang dibutuhkan, sebulan kemudian, aku dan bapak melakukan perjalanan jauh pertama kali dalam hidupku. Menyeberang laut menuju pulau seberang, menaiki kapal ferry dari Pelabuhan Tangga Buntung Palembang. Aku tak pernah naik kapal laut sebelumnya dan itu jadi pengalaman pertama yang berkesan buatku. Sungguh! Aku bahagia dapat menghabiskan waktu bersama bapak hanya berdua saja diatas kapal ferry dan melakukan perjalanan bersamanya. Bapak sangat jarang berada di rumah, ia dapat meninggalkan rumah bermalam-malam karena pekerjaannya. Bapak adalah seorang sopir mobil truk dan sering berpergian ke luar kota. 

Sebelum berangkat, bapak mencari-cari informasi tentang jadwal keberangkatan ASDP Indonesia Ferry, nama-nama kapal yang berangkat ke Pulau Bangka, cara sampai ke pelabuhan, harga tiket kapal ferry, lama perjalanan, dan segala macam lainnya. Setelah pakaian selesai dikemas, maka hari rabu siang kami berangkat. Aku dan bapak makan siang di pelabuhan. Menaiki kapal pukul 12.00 WIB dan perlu menunggu kurang lebih selama satu jam untuk memasukkan kendaraan kedalam kapal ferry yang juga ikut menyeberang, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Kami berangkat dari Palembang menuju Pulau Bangka. Aku dan bapak duduk di kursi nomor dua dari depan sebelah kanan. Kapal yang kami naiki ini memiliki ruang untuk penumpang dengan fasilitas AC dan kipas angin didalamnya. Juga terdapat televisi ukuran besar untuk menonton film yang sedang diputar. Aku menoleh sekeliling, semua kursi terisi penuh. Ada keluarga yang juga akan menyeberang, bapak-bapak berseragam TNI, kumpulan anak muda, para pekerja, sopir mobil truk pengantar barang dan penumpang lainnya. Kata bapak, perjalanan yang akan kami tempuh kurang lebih selama 14 jam. 

Dahulu kapal ASDP Indonesia Ferry harus berjalan menyusuri Sungai Musi terlebih dahulu kemudian berjalan diatas laut. Bapak menyebutkan saat kapal besar ini berjalan diatas Sungai Musi, kecepatannya tidak boleh terlalu penuh dan cepat. ”Kenapa pak? Jadinya ‘kan lama sampainya.” Tanyaku sedikit sebal dan penasaran. “Supaya kapal-kapal kecil diatas Sungai Musi ini tidak terbalik, tidak tergoncang dan tidak oleng terkena hentaman riakan air sungai. Juga ada kapal dengan muatan batu bara yang sering lalu lalang di Sungai Musi ini. Nanti lihat saja kalau sudah lewat dari sungai ini, kecepatan kapal ferry akan bertambah.” Aku ber-oh dan mengiyakan jawaban Bapak dalam hati.

Ruangan ini membuat nyaman karena memiliki kursi busa yang besar, bisa untuk tidur selama dalam perjalanan. Namun, Bapak bosan terlalu lama di ruangan ber-AC dan berkata ia akan keluar. Rupanya bapak hendak merokok dan ia naik keatas dek atau tempat berkumpul dalam keadaan gawat. Lalu bapak kembali dan aku juga ingin berjalan diatas kapal ini. Aku diajak bapak keatas dek menaiki tangga besi dan ku perhatikan luas juga bagian atas kapal ini. Beberapa penumpang ada yang mengobrol, merokok, makan mie dan ada juga menikmati pemandangan dari atas kapal, aku pun begitu. Kami bisa melihat pemandangan dari atas kapal, terlihat hamparan air dari sungai musi dan pemandangan rumah penduduk di sisi kiri dan kanan sungai. Juga hutan-hutan bakau yang menandakan bahwa kami akan segera memasuki air laut.

Petang tiba dan malam hari akan datang. Udara jadi terasa sangat dingin. Kemudian kami kembali kebawah dan solat di mushola yang disediakan. Setelah itu, kami makan malam diatas kapal, baru kali ini aku makan diatas kapal dan rasanya mengasyikkan karena terdengar air beriak dibawah dan ditemani putaran lagu-lagu lawas yang enak didengar.
“Sampai jam berapa, pak?” Tanyaku penasaran. Bapak menjawab mungkin tengah malam, tetapi pastinya tidak tahu. Bapak menyuruhku tidur dan kalau sudah mau sampai akan dibangunkan. Aku pun terlelap tidur.

Suara penumpang yang berisik dan pemberitahuan melalui sumber suara kapal bahwa kapal akan segera tiba di Pelabuhan Tanjung Kalian, Muntok membuatku terbangun. Kami pun bersiap-siap. Kapal merapat anggun di dermaga, ku lihat waktu di jam tanganku, hampir pukul dua pagi. Akhirnya kami akan tiba di pulau tujuan. Keadaan pelabuhan tidak dapat terlihat dengan jelas karena suasananya gelap, lampu dipasang hanya di dermaga untuk membantu para kru kapal memasang dan mengikatkan tali tambang kapal ferry.  Aku dan bapak turun perlahan dan hati-hati.

Tiba-tiba, datang seorang bapak berompi biru berbicara dalam bahasa Indonesia menawarkan bantuan untuk mengangkat barang bawaan kami, namun bapak memegang prinsip tidak usah merepotkan orang lain jika masih bisa dilakukan sendiri. Namun, bapak itu dengan tersenyum ramah dan masih ingin menawarkan bantuan kepada kami. Lalu tas yang dibawa bapakku dibawa oleh bapak itu hingga ke mobil bus yang akan membawa kami ke perjalanan berikutnya. Rupanya bapak berompi biru itu tidak meminta uang kepada bapak. Aku heran dan bapak jadi tidak enak hati, maka bapak berinisiatif memberikan sedikit uang sebagai jasa telah dibantu. Uniknya bapak itu menolak, dia berkata “tidak usah” karena ia tulus ikhlas membantu. Ajaib. Jarang sekali sekarang ini ada orang yang menolak diberikan uang. Beberapa kali bapak sedikit memaksa menyerahkan uang itu, namun bapak itu juga berulang kali berucap “tidak usah”. Jadilah kami ditolong oleh bapak berhati mulia itu. Sepanjang jalan perjalanan menuju Kota Pangkalpinang, bapak bercerita dengan penumpang bus lainnya dan salut terhadap keramah-tamahan penduduk asli pulau Bangka. Itu juga aku rasakan selama hampir lima tahun berada di Pulau Bangka, mereka memang orang-orang yang baik hati, suka menolong dan ramah terhadap siapapun. Hal itu merupakan pelajaran yang berharga yang belum tentu aku dapatkan selama di Palembang.

Sekarang perjalanan menaiki ASDP Indonesia Ferry tidak perlu menempuh waktu lama, sejak tahun 2015 pemerintah sudah membuat pelabuhan baru di Kabupaten Banyuasin, pelabuhan itu berjarak 65 km dari simpang empat bandara dan dapat ditempuh kurang lebih selama 1,5 jam dari pusat kota Palembang. Pelabuhan Tanjung Siapi-api ini satu arah menuju Sungsang dan jalanannya sudah semakin baik. Kapal erry hanya menempuh perjalanan sekitar 3-4 jam saja dari pelabuhan ini menuju pelabuhan Muntok. Sangat jauh berbeda waktunya ketika berangkat dari Pelabuhan Tangga Buntung ya?

Aku bersyukur dapat menempuh pendidikan tinggi di Pulau Bangka. Aku menemukan banyak teman baru saat perjalanan pulang kampung atau kembali ke perantauan menaiki kapal ferry. Berbagai macam kapal ASDP Indonesia Ferry telah aku naiki selama bolak-balik Palembang-Bangka, mulai dari yang ukuran kecil hingga ukuran besar. Setiap hari kapal ferry berangkat pertama kali pukul 9 pagi dan selang dua jam selanjutnya akan selalu ada kapal laut yang berangkat. Hingga aku dan teman-teman yang berasal dari Sumatera Selatan tergabung dalam suatu grup yang update tentang jadwal kapal dan arus mudik ketika musim liburan dan lebaran. Kami juga kenal salah satu karyawan yang jika kami hubungi via telepon pasti diangkat untuk menanyakan jadwal keberangkatan kapal ferry.

KMP Satya Kencana, Menumbing Raya, Dharma Kartika, Adhi Swadharma, Permata Lestari, Dharma Sentosa, Kayong Utara adalah nama-nama kapal ferry yang melayani penyeberangan Palembang-Bangka dan sebaliknya. Teman-teman bisa juga melihat berbagai jenis kapal ferry lainnya dengan membuka website http://www.indonesiaferry.co.id. Cerita #AsyiknyaNaikFerry ini tak akan aku simpan sendiri dan menjadi kenangan pribadi. Setiap ada sahabat atau keluarga yang hendak menyeberang menggunakan jasa kapal ferry, aku akan arahkan dan kasih informasi sejelas-jelasnya. Juga teman-teman yang ingin membawa kendaraan baik mobil atau motor dan menanyakan harga karcis atau apa saja yang perlu dipersiapkan, ku beritahu kepada mereka karena pengalaman yang berharga ini patut dibagikan ke orang lain yang membutuhkan.
Berikut beberapa tangkapan gambar selama melakukan perjalanan menggunakan ASDP Indonesia Ferry

Gambar 1. Karcis perjalanan roda dua menggunakan kapal ferry Palembang-Bangka

 Gambar 2. Tampak suasana dermaga Pelabuhan Tanjung Kalian, Muntok, Bangka
 Gambar 3. Keluarga besar berfoto bersama ketika ingin berkunjung ke Bangka
 Gambar 4. Mamak sedang menikmati dan bersantai didalam ruang penumpang salah satu kapal ferry
Gambar 5. Mercusuar Pelabuhan Tanjung Kalian dengan pemandangan pepohonan dan pantai pasir putih

Komentar

  1. Tulisan yang menarik...saya termasuk yg selama ini penasaran dg cerita pengalaman penyeberangan Palembang - Muntok ini. Senang bacanya di tengah hari bulan puasa 2019 ini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, big thanks for appreciation. hope that you like this writing

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik lagu "Ngumpul-ngumpul" lagu khas Bangka

Ngumpul-ngumpul sipak ungket di Girimaya Nek gi jalan nek gi mancing ke Pasir Padi Nari-nari nyanyi-nyanyi parai tenggiri Pilih bae ape nek e semuen ge ade **Banyak miak banyak bujang dr lah mane Bujang baru miak baru datang gi namu Ayo kawan kite sambut S'pintu Sedulang Adat negri sampai kini die lestari   Reff :  Cuma jgn ki lupa sopan santun dijage Dak kawa urang ngate ki gile Kite jage besame semboyan negri kite Berteman bersih tertib & aman  Ngumpul-ngumpul sekeluarga gi ke Pemali Kite mandi ayik anget badan ge seger Renyek nginep hawa seger gi ke Menumbing Dulu suah pale kite nginep disini Back to **

Resensi Novel Tenun Biru karya Ugi Agustono J.

Judul Resensi : Terjun menuju Ragam Daerah dan Budaya di Indonesia Identitas Buku Judul buku            : Tenun Biru Pengarang             : Ugi Agustono J. Penerbit                 : Nuansa Cendikia Alamat penerbit    : Komplek Sukup Baru No. 23 Ujungberung Kota terbit             : Bandung Jumlah halaman    : 362 halaman Ukuran                  : 14,5 x 21 x 2 cm Cetakan I              : November 2012 Harga                    : Rp. 50.000,- Ugi Agustono J. (Ugi J.) alumnus STIE Perbanas Surabaya jurusan Akuntansi ini memiliki tradisi otodidak dalam urusan membaca dan kemauan luar biasa besar menulis beragam karya, dari ilmiah hingga karya fiksi. Dulu ia suka menulis naskah untuk program pendidikan SD, SMP & SMA—meliputi pelajaran Fisika, Kimia, Biologi, Sejarah dan Matematika. Karya fiksi sebelumnya yang sudah terbit adalah novel Anakluh Berwajah Bumi yang diterbitkan oleh Gramedia-Kompas 2010. Ratna terlahir dari keluarga mampu, punya pendidik