Setiap
hari aku bersama dua temanku, suami istri, pergi bekerja mencari barang yang
tidak biasa dicari kebanyakan orang. Kami berangkat setiap pagi mulai pukul
enam hingga petang hari. Tak tentu pulangnya jam berapa, jika perolehan kami
dirasa cukup, kami pulang. Kadang pukul dua, tiga atau empat.
Namaku Suryati, seorang
ibu berumur tiga puluh lima tahun dengan dua anak. Pekerjaanku adalah pencari
lokan, kerang berbentuk pipih yang biasa terdapat di hutan bakau atau mangrove
dan di sekitar sungai kecil. Tidak semua hutan bakau bisa ditemukan lokan,
hanya hutan bakau yang basah dan becek biasanya dapat ditemukan lokan.
Sebenarnya aku terpaksa
bekerja ini, lapangan pekerjaan lain membutuhkan orang dengan tamatan minimal SMA,
sedangkan aku? Hanya berpendidikan lulus SD. Aku pun tak punya keterampilan
lain, hanya saja aku memiliki tekad untuk bekerja dengan keras dan apa saja
asalkan halal. Suamiku hanya buruh serabutan, tentulah tak cukup upahnya untuk
menghidupi aku dan anakku.
“Nak, mamak pergi dulu
ya? Ini uang jajan kamu, belilah makanan yang sehat dan mengenyangkan.”
Ku berikan uang dua
ribu rupiah kepada anak pertamaku yang kini duduk di kelas tiga sekolah dasar.
Suamiku yang mengantarnya ke sekolah setiap hari. Pulangnya ia jalan kaki
karena suamiku juga pulang sore. Anakku satunya lagi masih kecil, umur tiga
tahun, biasa ku titipkan kepada orang tuaku yang tinggal tak jauh dari rumah.
Aku kemudian berangkat
bekerja, berbekal arit, karung, motor butut, topi lebar, bekal makan dan minum.
Aku menjemput temanku, kami biasa pergi bersama-sama.
oOo
“Dik,
bekerja sebagai buruh tak mampu mencukupkan semua kebutuhan kita. Kakak juga
tidak tahan melihat adik terus-terusan bekerja keras setiap hari. Kakak mau
beralih pekerjaan.” Suamiku membuka percakapan lepas maghrib di depan televisi.
“Beralih pekerjaan jadi
apa, kak?” aku bertanya.
“Ada tawaran dari teman
lama, Pak Jono, untuk jadi nelayan ikut kapal dia. Penghasilannya akan lebih
daripada aku jadi buruh terus.”
“Apakah kakak sudah
yakin? Ikut kapal orang kan tidak setiap hari bisa pulang.”
“Insyaallah sudah
yakin, sudah dipikirkan masak-masak. Doakan saja jadi nelayan nanti bisa
membawa rejeki yang lebih banyak.”
Maka, suamiku beralih
pekerjaan menjadi nelayan. Aku senang karena semenjak ia menjadi nelayan,
hutang-hutang kami di warung Bik Aisah selama ini bisa terbayarkan, lunas dan
sedikit demi sedikit kami mulai bisa menabung. Anakku pergi dan pulang sekolah
ikut temannya yang tidak jauh dari rumah kami, alhamdulillah aku bisa memberikan uang bensin kepada ayah temannya
karena semenjak suamiku menjadi nelayan ia bersedia mengantar dan menjemput
anakku pulang.
oOo
“Dik,
sudah satu bulan kakak menjadi nelayan, katanya kamu mau berhenti bekerja jika
kehidupan kita sudah terpenuhi tapi kenapa kamu tidak berenti saja mencari
lokan?” Tanya suamiku ketika makan siang. Ia mengingatkanku pada janji kami
satu bulan yang lewat.
“Setelah dipikir-pikir,
adik tak betah berdiam diri di rumah kak. Seharian penuh hanya di rumah membuat
adik bosan, jadi adik tak mau di rumah saja, adik mau tetep mencari lokan. Ada
rasa bahagia tersendiri mendengar suara lokan berbentur dengan aritku, bukan
pada kecilnya jumlah lokan yang diperoleh dan dijual. Adik rasa ini membuat
adik senang.” Jelasku kepadanya.
Suamiku diam sejenak,
berpikir, matanya menatap langit-langit rumah. Kemudian menoleh ke wajahku
“Jika memang itu
membuat adik senang, kakak mengizinkan adik tetap bekerja. Tetapi jika ada
pekerjaan lain yang lebih baik dan membuat adik senang, pindah saja ke
pekerjaan lain karena mencari lokan sekarang sudah sulit.”
Aku mengangguk dan
mengatakan “ya.”
oOo
Sudah
enam tahun suamiku bekerja sebagai nelayan, anakku yang pertama sudah duduk di kelas
tiga sekolah menengah pertama, sedangkan anakku yang bungsu kini kelas tiga.
Aku pindah mata pencaharian, tak lagi mencari lokan, tiga bulan yang lalu aku
bekerja sebagai karyawan sebuah konveksi di kota Pangkalpinang dengan gaji
tetap. Tugasku dibagian menjahit.
Suamiku melaut seperti
biasa, ia pulang tiga hari sekali. Ini hari ketiga dia ke laut, aku selalu
berdoa agar dia dapat pulang selamat dan pulang membawa ikan yang banyak. Sore
hari, ketika aku sudah pulang bekerja dan hendak menyalakan televisi, ku dengar
suara motor berhenti di depan rumah. Suamiku sudah pulang, pikirku. Namun, dari
depan rumah terdengar suara.
“Yati, o yati...”
Seseorang memanggilku dengan keras.
Lalu ku buka pintu dan
melihat Pak Duar dengan wajah pucat.
“Kenapa Pak Duar?”
Pikiranku mulai tak karuan.
“Mohon maaf sebelumnya,
Yana. Anu... Ku mau memberi kabar bahwa suamimu hilang di tengah laut.”
Gusti Allah, aku hendak
pingsan tapi aku tahan dan berharap ini semua lelucon.
“Apa maksud Pak Duar?”
“Suamimu hilang di tengah
laut ketika malam hari hendak mencari ikan dengan Pak Jono. Kami, nelayan yang
juga sedang melaut kehilangan jejak mereka berdua. Sudah kami laporkan ke sat
pol air dan polisi setempat untuk melakukan pencarian. Mudah-mudahan ketemu.”
Aku terduduk mendengar
berita bak petir yang menyambar hatiku di kala sore hari. Aku tak percaya
suamiku bisa hilang bersama Pak Jono. Anak bungsuku yang bertanya bapaknya, ku
jawab dengan mengatakan bahwa bapak akan pulang dua hari lagi.
oOo
Dua
hari selanjutnya, tim pencari dari BASARNAS, sat pol air dan pihak kepolisian
belum menemukan suamiku dan pak Jono. Pencarian belum membuahkan hasil. Anakku
bertanya lagi kemana bapaknya, ku jawab bapak sedang dalam perjalanan pulang
dari laut yang jauh. Dalam hati, ku berdoa semoga suamiku dan Pak Jono bisa
kembali.
Waktu terus berlalu,
pencarian delapan hari tak menunjukkan kabar bahagia. Sanak saudara dan para
tetangga menyarankan untuk solat ghoib. Aku tak mau menganggap suamiku telah
meninggal, ia hanya hilang dan pasti akan pulang.
Kini aku menjalani
hidupku seorang diri, tanpa suamiku disisi. Bahtera rumah tangga ku arungi
seorang diri. Anak-anakku menjalankan aktivitasnya seperti biasa, hanya aku
yang mengurung diri dari dunia luar selama lima hari di rumah. Aku kembali
bekerja setelah orang tuaku datang ke rumah, menasehatiku agar dapat menerima
dengan hati yang lapang. Dalam doa, aku selalu berharap bahwa suamiku dapat
kembali disampingku.
TAMAT
Komentar
Posting Komentar