Langsung ke konten utama

Mentilin (Tarsius bancanus)



Tarsius bancanus atau Horsfield’s Tarsier mempunyai ciri-ciri dan perilaku seperti jenis-jenis tarsius lainnya. Panjang tubuh sekitar 12-15 cm dengan berat tubuh sekitar 128 gram (jantan) dan 117 gram (betina). Bulu tubuh Tarsius bancanus berwarna coklat kemerahan hingga abu-abu kecoklatan.

Primata yang dijadikan fauna identitas provinsi Bangka Belitung ini memiliki ekor yang panjang, bahkan melebihi panjang tubuhnya. Panjang ekor mentilin bisa mencapai 18-22 cm hampir tidak berbulu atau gundul.
Mentilin tergolong binatang nokturnal yang banyak beristirahat pada siang hari di dahan-dahan kecil dengan ketinggian 3 hingga 5 meter dari permukaan tanah dan baru bangun untuk beraktifitas saat menjelang malam tiba.
Tangan dan kakinya mempunyai jari-jari yang mirip dengan manusia yang digunakan untuk bertengger di pohon dan ekornya digunakan untuk keseimbangan. Anda bisa melihat saat jari tengahnya mulur dan tulang pergelangan yang panjang bekerja seperti shock absorber. Hal ini membantunya melompat dari dahan yang satu ke dahan yang lainnya dengan mudah. Kepalanya sangat mirip dengan kepala burung hantu karena bentuknya dan pertemuan yang unik di tengah-tengah sinus dan tengkoraknya membuatnya mampu memutar kepalanya 180 derajat. Tarsier juga memiliki gigi-gigi yang tajam untuk membantunya memangsa serangga selama berburu di malam hari. Telinga mereka juga dapat digerakkan untuk mendeteksi keberadaan mangsa.
Pada siang hari, ia hanya diam membeku seperti boneka, tanpa mengubah posisi tubuhnya. Seperti tarsius lainnya, Horsfield’s Tarsier memiliki sepasang mata yang sangat besar. Ukuran mata lebih besar jika dibandingkan besar otaknya sendiri. Mata ini dapat digunakan untuk melihat dengan tajam dalam kegelapan tetapi sebaliknya, hewan ini hampir tidak bisa melihat pada siang hari. Beda pada malam hari, ia melompat dengan lincah. Namun, siap-siap terkejut jika ia tiba-tiba menggerakkan kepalanya. Layaknya hantu-hantu di film horor, kepala tarsius bisa berputar 180 derajat!
Reproduksi
Hewan yang satu ini ternyata romantis! Tarsius adalah binatang monogami yang setia. Seumur hidupnya, tarsius hanya memiliki satu pasangan. Jika pasangannya mati, maka tarsius tidak akan mencari pasangan pengganti. Ia tidak akan kawin lagi hingga ia sendiri pun mati, menyusul pasangannya yang telah lebih dulu ke alam baka.
Cara Makan
 Mentilin (Tarsius bancanus) merupakan binatang karnivora. Makanannya terutama adalah serangga seperti belalang, kumbang, kupu-kupu, belalang sembah, semut, dan jangkrik, tetapi fauna identitas provinsi Bangka Belitung ini juga memakan berbagai vertebrata kecil lainnya seperti kelelawar dan ular
Subspesies
Terdapat 4 subspesies Tarsius bancanus, yaitu:
  • Tarsius bancanus bancanus
  • Tarsius bancanus borneanus
  • Tarsius bancanus natunensis
  • Tarsius bancanus saltator
Persebaran lebih spesifik dilihat berdasarkan jenisnya. Tarsius bancanus saltator terdapat di Belitung, Indonesia. Tarsius bancanus natunensis terdapat di pulau Natuna dan pulau Subi, Indonesia. Tarsius bancanus borneanus terdapat di Brunei, Indonesia (Kalimantan dan pulau Karimata) dan Malaysia (Sabah dan Sarawak) and on the island of Karimata (Indonesia). Tarsius bancanus bancanus terdapat di sebagian Sumatra dan pulau Bangka, Indonesia.
Secara umum, mentilin dikategorikan dalam status konservasi vulnerable oleh IUCN Redlist. Namun jika berdasarkan masing-masing subspesies, Tarsius bancanus natunensis dikategorikan Critically Endangered, Tarsius bancanus bancanus dan Tarsius bancanus saltator dikategorikan sebagai Endangered. Sedangkan Tarsius bancanus borneanus dikategorikan Vulnerable.
Meskipun kalah tenar dibandingkan Tarsius tersier yang ada di Sulawesi, namun mentilin pun menjadi salah satu kekayaan bumi Indonesia. Terlebih primata ini ditetapkan menjadi maskot salah satu provinsi di Indonesia, Bangka Belitung. So, mari kita kenali dan jaga kelestariannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik lagu "Ngumpul-ngumpul" lagu khas Bangka

Ngumpul-ngumpul sipak ungket di Girimaya Nek gi jalan nek gi mancing ke Pasir Padi Nari-nari nyanyi-nyanyi parai tenggiri Pilih bae ape nek e semuen ge ade **Banyak miak banyak bujang dr lah mane Bujang baru miak baru datang gi namu Ayo kawan kite sambut S'pintu Sedulang Adat negri sampai kini die lestari   Reff :  Cuma jgn ki lupa sopan santun dijage Dak kawa urang ngate ki gile Kite jage besame semboyan negri kite Berteman bersih tertib & aman  Ngumpul-ngumpul sekeluarga gi ke Pemali Kite mandi ayik anget badan ge seger Renyek nginep hawa seger gi ke Menumbing Dulu suah pale kite nginep disini Back to **

Resensi Novel Tenun Biru karya Ugi Agustono J.

Judul Resensi : Terjun menuju Ragam Daerah dan Budaya di Indonesia Identitas Buku Judul buku            : Tenun Biru Pengarang             : Ugi Agustono J. Penerbit                 : Nuansa Cendikia Alamat penerbit    : Komplek Sukup Baru No. 23 Ujungberung Kota terbit             : Bandung Jumlah halaman    : 362 halaman Ukuran                  : 14,5 x 21 x 2 cm Cetakan I              : November 2012 Harga                    : Rp. 50.000,- Ugi Agustono J. (Ugi J.) alumnus STIE Perbanas Surabaya jurusan Akuntansi ini memiliki tradisi otodidak dalam urusan membaca dan kemauan luar biasa besar menulis beragam karya, dari ilmiah hingga karya fiksi. Dulu ia suka menulis naskah untuk program pendidikan SD, SMP & SMA—meliputi pelajaran Fisika, Kimia, Biologi, Sejarah dan Matematika. Karya fiksi sebelumnya yang sudah terbit adalah novel Anakluh Berwajah Bumi yang diterbitkan oleh Gramedia-Kompas 2010. Ratna terlahir dari keluarga mampu, punya pendidik

Pengalaman Pertama Naik Kapal Ferry

Setiap diri dari kita pastilah pernah melakukan suatu perjalanan, baik itu dalam jarak yang dekat maupun jauh. Baik dilakukan dengan sendiri atau beramai-ramai. Setiap dari perjalanan itu memiliki suka dan duka masing-masing. Aku, sejak dilahirkan hingga kini menginjak usia dewasa, sudah beberapa kali melakukan perjalanan.  Enam tahun yang lalu, saat masa-masa kegalauan dan penuh ketidakpastian. Senja itu, aku duduk didepan seperangkat komputer di sebuah warnet, hendak mengecek pengumuman SNMPTN. Pukul lima sore katanya sudah bisa diakses, jadilah aku memasukkan nomor pendaftaran dan kabar bahagia itu datang. Aku diterima di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia dengan jalur beasiswa. Tidak di kota aku dibesarkan, melainkan di pulau seberang. Bukan. Bukan pulau Jawa! Melainkan pulau yang kaya dan terkenal penghasilan sumber daya alamnya berupa timah. Itu adalah pulau Bangka Belitung. Berbekal pengumuman dan sejumlah berkas persyaratan yang dibutuhkan