KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
mana telah memberikan saya semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan
makalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Keimanan dan
Ketuhanan” dapat selesai seperti waktu yang telah saya rencanakan.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari
peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan
spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung.
1. Bapak Dosen pengasuh mata kuliah pendidikan agama
Islam Universitas Bangka Belitung.
2. Orang tua telah memberikan bantuan kepada penulis
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan
dorongan semangat agar makalah ini dapat kami selesaikan.
Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas
budi baik yang tulus dan ihklas kepada semua pihak yang penulis sebutkan di
atas.
Tak ada gading yang tak retak, untuk itu saya pun
menyadari bahwa makalah yang telah saya susun dan kemas masih memiliki banyak
kelemahan serta kekurangan-kekurangan baik dari segi teknis maupun non-teknis.
Untuk itu penulis membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar
dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan
penulisan-penulisan mendatang. Dan apabila di dalam makalah ini terdapat
hal-hal yang dianggap tidak berkenan di hati pembaca mohon dimaafkan.
Pangkalpinang, 20 Desember 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................
i
DAFTAR
ISI...........................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG .....................................................................................
1
B. RUMUSAN MASALAH
..................................................................................
2
C. TUJUAN PENULISAN.....................................................................................
2
BAB II ISI
A. FILSAFAT
KETUHANAN DALAM ISLAM ................................................. 3
B. PEMBUKTIAN WUJUD
TUHAN ................................................................... 5
C. PROSES TERBENTUKNYA
IMAN ............................................................... 6
D. KEIMANAN DAN
KETAKWAAN ................................................................ 7
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN ................................................................................................10
B. SARAN
.............................................................................................................
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seorang muslim yang paripurna adalah nalar dan hatinya bersinar, pandangan
akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalam berinteraksi
dengan Allah dan manusia, sehingga sulit diterka mana lebih dulu berperan kejujuran jiwanya atau kebenaran akalnya.
Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu agama yang membangun
kemurnian aqidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk pola pikir teologis
yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam segi aqidah, Islam
hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima
sebagai ajaran aqidah yang benar dan lurus.
Konsep ketuhanan dalam islam mulai muncul setelah wafat-Nya Rasulullah
Muhammad SAW. Karena muncul beberapa aliran yang sifatnya tradisional dan
modern. Sering sekali terjadi pendapat dan tafsiran terhadap Al-quran dan
Hadits. Ada yang melihat secara tekstual dan ada yang melihat secara
kontekstual.
Dalam islam konsep ketuhanan merupakan hal utama dan paling awal yang harus
diperbaiki karena itu merupakan pondasi yang menopang kehidupan keislamannya
nanti. Pondasi itu harus benar-benar kuat dan kokoh karena kalau
tidak itu akan mengurangi hakekat keislaman seorang manusia.[1]
Pembuktian wujud tuhan seorang islam atau pembuktian wujud Allah sangatlah
susah karena tidak ada yang pernah dan bisa melihat Allah tapi hal yang harus
kita ketahui bahwa manusia tidak mungkin bisa ada tanpa pencipta, dunia dan
alam ini tidak mungkin bisa ada tanpa pencipta.Tidak mungkin semua hal itu bisa
ada tanpa adanya sang pencipta. Dan penciptanya itu adalah Allah. Manusia,
hewan, dan alam ini adalah akibat sedangkan akibatnya adalah Allah SWT.
Keimanan seseorang tumbuh dari lingkungan, seorang anak yang lahir dari
keluarga yang bagus ibadahnya kemungkinan besar ibadahnya juga bagus, keimanan
akan tumbuh dengan baik ketika kita pelihara, harus ada pembiasaan dalam
melakukan ibadah.
Beriman kepada allah tidak hanya sekedar mengucapkan tapi harus dikuatkan
dalam hati dan dibuktikan lewat perbuatan. Perbuatan yang
kami maksud adalah perbuatan yang sesuai dengan ajaran agama islam.[2]
B. RUMUSAN MASALAH
1. Seperti apakah
filsafat ketuhanan dalam islam ?
2. Bagaimana pembuktian
wujud tuhan dalam islam ?
3. Bagaimana proses
terbentuknya iman ?
4. Bagaimana keimanan dan
ketakwaan seseorang ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui filsafat ketuhanan dalam
islam
2. Mengetahui pembuktian wujud tuhan dalam
islam
3. Mengetahui proses terbentuknya iman
4. Mengetahui keimanan dan ketakwaan seseorang
BAB II
ISI
A.FILSAFAT KETUHANAN
DALAM ISLAM
Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan
akal budi, maka dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang
menganut agama tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), akan
menambahkan pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat
Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang
Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara
absolut atau mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi
manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan. [3]
meyakini adanya Tuhan adalah masalah fithri yang tertanam dalam diri setiap
manusia, namun karena kecintaan mereka kepada dunia yang berlebihan sehingga
mereka disibukkan dengannya, mengakibatkan mereka lupa kepada Sang Pencipta dan
kepada jati diri mereka sendiri. Yang pada gilirannya, cahaya fitrah mereka
redup atau bahkan padam.
Walaupun demikian, jalan menuju Allah itu banyak. Para ahli ma’rifat
berkata, “Jalan-jalan menuju ma’rifatullah sebanyak nafas makhluk.” Salah satu
jalan ma’rifatullah adalah akal. Terdapat sekelompok kaum muslim, golongan ahli
Hadis (Salafi) atau Wahabi, yang menolak peran aktif akal sehubungan dengan
ketuhanan. Mereka berpendapat, bahwa satu-satunya jalan untuk mengetahui Allah
adalah nash (Al Quran dan Hadis). Mereka beralasan dengan adanya sejumlah ayat
dan riwayat yang secara lahiriah melarang menggunakan akal (ra’yu). Padahal
kalau kita perhatikan, ternyata Al Quran dan Hadis sendiri mengajak kita untuk
menggunakan akal, bahkan menggunakan keduanya ketika menjelaskan keberadaan Allah
Perkataan
illah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan.Dalam bahasa Alquran dipakai untuk
menyatakan berbagai objek yang dibesarkan dan dipentingkan oleh manusia,
misalnya dalam QS.Al jatsiyah(45);23. [4]
Contoh
ayat diatas menunjukkan bahwa perkataan illah bisa mengandung arti berbagai
benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (Fir’aun
atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja).Untuk dapat mengerti dengan definisi
Tuhan atau Illah yang tepat, berdasarkan logika Alquran sebagai berikut :
Tuhan
(Illah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) olseh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Dalam
ajaran islam diajarkan “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai
dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan
penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti seorang muslim harus membersihkan
diri dari segala macam tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya
hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.
Siapakah Tuhan itu?
Perkataan ilah, yang
diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek
yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah):
23, yaitu:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya….?”
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38,
perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:
“Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan
bagimu selain aku.”
Contoh ayat-ayat tersebut di atas
menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai
benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun
atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam
Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini),
dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin.
Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang
tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu
yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga
manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah
diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan,
diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk
pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan
definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan
hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan
mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan,
berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan
dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta
kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Atas dasar definisi ini, Tuhan
itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia
tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika
Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan
begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka
ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan
kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan
peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan
Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari
segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada
satu Tuhan, yaitu Allah.
B. PEMBUKTIAN WUJUD
TUHAN
Adanya
alam organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak boleh
memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya,
suatu akal yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya
“ada” dan percay pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan
kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika
percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang
adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: percaya adanya makhluk,
tetapi menolak adanya Khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum
pernah diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan.
Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu
bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada dengan
sendirinya tanpa pencipta ?
Dalam al-Quran, penggambaran tentang pengakuan akan eksistensi Tuhan dapat
ditemukan dalam Q.S al-Ankabut, 29: 61-63. Dalam ayat 61-63 dijelaskan bahwa:
“bangsa arab yang penyembah berhala tidak menolak eksistensi pencipta langit
dan bumi.
Berdasarkan
kandungan ayat ini, dapat dipahami bahwa bangsa arab sesungguhnya telah
memahami dan meyakini akan eksistensi tuhan sebagai pencipta langit dan bumi
serta pengaturnya. Namun menurut al-Quran, ada segelintir anak manusia yang
menolak eksistensi tuhan, seperti penggambaran al-Quran dalam Q.S.
al-Jasyiah (45): 24. Ayat ini menegaskan bahwa: “mereka berkata: “
kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan didunia saja, kita mati dan kita
hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Penolakan akan
eksistensi tuhan oleh sebagian kecil manusia itu, hanya didasarkan pada dugaan
semata dan tidak didasarkan pada pengetahuan yang meyakinkan seperti ditegaskan
dalam klausa penutup ayat 24 tersebut, yaitu:”mereka sekali kali tidak
mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga
saja.
Banyak
sekali ayat yang terkandung dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang keberadaan
Allah sebagai tuhan semesta alam seperti yang terkandung dalam surah Ali-Imran
ayat 62 yang artinya “sesungguhnya ini adalah kisah yang benar.Tidak ada tihan
selain Allah,dan sungguh Allah MahaPerkasa , Mahabijaksana.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan
dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat
syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai
prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
C. PROSES TERBENTUKNYA
IMAN
Benih
iman yang dibawah sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang
intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih
iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian
seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan,
maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti cuaca, tanah , air, dan
lingkungan flora serta fauna.
Pengaruh
pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yang disengaja
maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku
orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi
anak-anak. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, “setiap anak, lahir membawa fitrah,
Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani,
atau majusi”.
Pada
dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses
perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah
adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak
mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Disamping
proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa
pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang
anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang
dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
D. KEIMANAN DAN KETAKWAAN
Iman atau kepercayaan merupakan dasar utama dalam memeluk suatu agama
karena dengan keyakinan dapat membuat orang untuk melakukan apa yang
diperintahkan dan apa yang dilarang oleh keyakinannya tersebut atau dengan kata
lain iman dapat membentuk orang jadi bertaqwa.
Dalam surah Al-Baqarah : 165 dikatakan bahwa
orang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah. Oleh karena itu
beriman kepada Allah berarti amat sangat cinta dan yakin terhadap ajaran Allah
yaitu Al-Quran. Jika kita ibaratkan dengan sebuah bangunan, keimanan adalah
pondasi yang menopang segala sesuatu yang berada diatasnya, yang kokoh tidaknya
bangunan itu sangat tergantung pada kuat tidaknya pondasi tersebut. Meskipun
demikian keimanan saja tidak cukup ia harus diwujudkan dengan amal perbuatan
yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama yang kita anut. Keimanan tidaklah
sempurna jika hanya diyakini dalam hati tapi juga harus diwujudkan dengan
diikrarkan oleh lisan dan dibuktikan dengan tindakan dalam kehidupan
sehari-hari.[5]
Keimanan adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok dan
cabang. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong
seorang muslim berbuat amal shaleh.seseorang dikatakan beriman bukan hanya
percaya terhadap sesuatu, melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan
melakukan sesuatu sesuai keyakinannya.
Berbicara msalah keimanan , kita bisa melihat takaran keimanan seseorang
dari tanda-tandanya seperti :
1. Jika menyebut atau mendengar nama Allah
hatinya bergetar, dan berusaha agar Allah tidak lepas dari ingatannya.
2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras
berdasarkan keimanan
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan
selalu melaksanakan perintahnya
4. Menafkahkan rizky yang diperolehnya di
jalan Allah
5. Menghindari perkataan yang tidak
bermanfaat dan menjaga kehormatan
6. Memelihara amanah dan menepati janji.
Manfaat dan pengaruh Iman dalam kehidupan manusia :
1. Iman melenyapkan kepercayaan kepada
kekuasaan benda
2. Iman menanamkan semangat berani
menghadapi maut
3. Iman memberikan ketentramann jiwa
4. Iman mewujudkan kehidupan yang baik
5. Iman melahirkan sikap ikhlas dan
konsekuen[6]
Takwa
berasal dari kata waqa, yaqi,wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara
dan melindungi, maka secara etimologi taqwa dapat diartikan sikap memelihara
keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama islam secara utuh dan
konsisten (istiqomah). hakikat takwa sebagaimana yang
disampaikan oleh Thalq bin Hubaib, “Takwa adalah engkau melakukan ketaatan
kepada Allah berdasarkan nur (petunjuk) dari Allah karena mengharapkan pahala
dari-Nya. Dan engkau meninggalkan maksiat kepada Allah berdasarkan cahaya dari
Allah karena takut akan siksa-Nya."
Kata
takwa juga sering digunakan untuk istilah menjaga diri atau menjauhi hal-hal
yang diharamkan, sebagaimana dikatakan oleh Abu Hurairah Radhiallaahu anhu
ketika ditanya tentang takwa, beliau mengata-kan, “Apakah kamu pernah melewati
jalanan yang berduri?” Si penanya menjawab, ”Ya”. Beliau balik bertanya, “Lalu
apa yang kamu lakukan?” Orang itu menjawab, “Jika aku melihat duri, maka aku
menyingkir darinya, atau aku melompatinya atau aku tahan langkah”. Maka berkata
Abu Hurairah, ”Seperti itulah takwa.”
Karakteristik orang yang bertakwa secara
umum dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori / indikator ketaqwaan:
1. Iman kepada Allah,iman kepada Malaikat,
Kitab-kitab dan para nabi, dengan kata lain instrumen ketaqwaan yang pertama
ini dikatakan dengan memelihara Fitrah Iman.
2. Mengeluarkan harta yang dikasihnya
kepada kerabat, anak yatim, orang0orang miskin, orang-orang yang putus di
perjalanan, Atau dengan kata lain mencintai umat manusia.
3. Mendirikan shalat dan zakat
4. Menepati janji
5. Sabar disaat kepayahan, dan memiliki
semangat perjuangan
Hubungan Takwa dengan
Allah SWT
Seseorang
yang bertakwa (muttaqin) adalah orang yang menghambakan dirinya kepada Allah
dan selalu menjaga hubungan dengan-Nya setiap saat. Memelihara hubungan dengan
Allah terus menerus akan menjadi kendali dirinya sehingga dapat menghindari
dari kejahatan dan kemungkaran dan membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan
Allah. Karena itu inti ketaqwaan adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
larangannya.
Memelihara
hubungan dengan Allah SWT dimulai dengan melaksanakan tugas (ibadah) secara
sungguh-sungguh dan ikhlas, dan memelihara hubungan dengan Allah dilakukan juga
dengan menjauhi perbuatan yang dilarang Allah.
Hubungan Takwa dengan
sesama manusia
Hubungan
dengan Allah menjadi dasar bagi sesama manusia yang bertakwa akan dapat dilihat
dari peranannya ditengah-tengah masyarakat. Sikap takwa tercermin dalam bentuk
kesediaan untuk mendorong orang lain, melindungi yang lemah dan berpihak pada
kebenaran dan keadilan
Hubungan Takwa dengan Diri sendiri
1. Sabar, yaitu sikap
diri menerima apa saja yang datang kepada dirinya, baik perintah, larangan,
maupun musibah yang menimpanya. Sabar terhadap perintah adalah menerima dan
melaksanakan perintah dengan ikhlas. Dalam melaksanakan perintah terhadap upaya
untuk mengendalikan diri agar perintah itu dapat dilaksanakan dengan baik.
2. Tawakal, yaitu
menyerahkan keputusan segala sesuatu, ikhtiar dan usaha kepada Allah. Tawakal
bukanlah menyerah, tetapi sebaliknya usaha maksimal tetapi hasilnya diserahkan
seluruhnya kepada Allah yang menentukan.
3. Syukur, yaitu sikap
berterima kasih atas apa saja yang diberikan Allah atau sesame manusia.
Bersyukur kepada Allah adalah sikap berterima kasih terhadap apa saja yang
telah diberikan Allah, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Bersyukur dengan
perbuatan adalah mengucapkan hamdalah sedangkan bersyukur dengan perbuatan
adalah menggunakan nikmat yang diberikan Allah sesuai dengan keharusannya.
4. Berani, yaitu sikap
diri yang mampu menghadapi resiko sebagai konsekuensinya dari komitmen dirinya
terhadap kebenaran. Jadi berani berkaitan dengan nilai – nilai kebenaran.
Kebenaran lahir dari hubungan seseorang dengan dirinya terutama berkaitan
dengan pengendali
an dari sifat – sifat buruk yang datang
dari dorongan hawa nafsunya.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ø Filsafat
Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, maka
dipakai pendekatan yang disebut filosofis.
Ø Manusia,
hewan, tumbuhan dan seluruh alam semesta ini lahir pasti ada penyebabnya, pasti
ada penciptanya, dan penciptanya itu adalah Allah tuhan bagi seluruh makhluk.
Ø Keimanan
tidka hanya diucapkan lewat bibir, tapi juga harus diyakini dalam hati, dan
dibuktikan lewat perbuatan
Ø Iman
atau kepercayaan merupakan dasar utama seseorang dalam memeluk sesuatu agama
karena dengan keyakinan dapat membuat orang untuk melakukan apa yang
diperintahkan dan apa yang dilarang oleh keyakinannya tersebut atau dengan kata
lain iman dapat membentuk orang jadi bertaqwa.
Æ
Takwa adalah melaksanakan perintah Allah
dan menjauhkan larangannya.
Æ
Iman adalah percaya pada pandangan dan
sikap hidup dengan ajaran Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasul, atau
dengan selain ajaran Allah, yang terwujud ke dalam ucapan dan perbuatan.
SARAN
Ø Semoga makalah ini
dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat lebih mengembangkan ilmu
pengetahuan dan dapat pula mengerti dan paham akan ketakwaan keimanannya kepada
Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Agung. 2012. Konsep
Ketuhanan dalam Islam. www.agungsukses.wordpress.com [Diakses tanggal 19 Desember 2012]
Ahmadi, Abu. 1991. Dasar-Dasar
Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi
Aksara.
Anonim. 2010. Konsep Ketuhanan dalam
Islam. http://bunglong11.blogspot.com
[Diakses tanggal 19 Desember 2012]
Azra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi. Jakarta : Departemen Agama
RI.
Departemen Agama RI.
1989. Al Qur’an dan Terjemahnya. Semarang : Toha Putra.
Harun, Nasution. 1978. Filsafat dan Mistisme dalam Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Hamka. 1984. Pelajaran Agama Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Hamzah, Ya’kub. 1984. Filsafat Ketuhanan. Bandung : PT. Al Ma’arif.
Mustafa, Mattiro Socius. 2012. Konsep Ketuhanan dalam Islam. http://mattiro.blogspot.com
[Diakses tanggal 19 Desember 2012]
Rahmad, Rais (et.all). 2006. Pengembangan Kepribadian Islam.
Jakarta : Aneka Ilmu.
Sudarno, Shobron (et.all). 1999. Studi Islam I.
Surakarta : Lembaga Studi Islam Universitas Muhammadiyah.
Komentar
Posting Komentar