Tenda-tenda untuk bermalam segera didirikan.
Ada anak-anak berjalan mengikuti kami ke pantai sambil membawa bola. Perkakas
dapur dikeluarkan dan api dinyalakan. Terpal dibentangkan dan bersiap solat
zuhur. Lalu perbekalan dikeluarkan dan santap siang bersama. Menunya nasi
kuning, sambel, acar dan telor. Pencuci mulutnya semangka.
Setelah itu, saya dan teman-teman wanita yang
lain menggoreng pempek untuk cemilan siang sambil mendengarkan lagu-lagu yang
dinyanyikan teman lain. Ini terniat sumpah!
Mereka sampe
bawa speaker gede buat nyanyi loh! Totalitas banget kan. Teman yang
lain memasang hammock untuk tidur dan membersihkan sampah makanan.
Sore hari kami berjalan menuju “Batu Belawang” yang dalam bahasa Indonesia Batu Berpintu. Disebut demikian
karena batu tersebut berlubang sehingga seperti pintu untuk masuk ruangan di
sebelahnya. Ditemani Bapak Kadus yang baik hati kami berjalan lagi membelah
pulau menuju lokasi Batu Belawang berada. Walau panas menyengat tetapi tidak
menyurutkan semangat kami. Batu ini berada di tepi pantai dan banyak anak pohon
bakau didekatnya.
Pict 6. Batu Belawang berwarna merah bata terdapat di sisi pantai Pulau Nangka |
Setelah puas
berfoto dan selfie ria, maka kami segera kembali menuju lokasi camp.
Namun berhubung kami bertemu nelayan yang baru pulang dari melaut dan membawa
hasil tangkapan, kami membeli ikan segar, kepiting dan kerang untuk perbekalan
besok. Sampai di pantai lagi, teman-teman yang tidak ikut ke Batu Belawang
sudah memanggang ayam bakar dan sate ayam yang enak untuk malam. Maknyussss!
Pict 7. Memanggang sate ayam |
Senja akan
berakhir, matahari akan terbenam. Subhanallah! Makhluk manapun pasti akan
takjub dengan keindahan alam yang luar biasa ini. Menit-menit terakhir saat sang
surya ‘kan pergi. Aku bersyukur sekali dapat menikmati pemandangan yang indah
ini bersama teman-temanku yang baik dan ramah ini. Tak lupa ku abadikan momen
yang akan ku tunjukkan kepada semua orang bahwa memandang sunset itu
sangat indah.
Malam hari
kami menggelar hidangan makan malam dan berkumpul membentuk lingkaran seperti
makan liwetan. Bedanya ini bukan nasi liwet tapi nasi dengan ayam bakar dan
lempah kepiting dengan mak dapur, Diar. Diar ini sebenarnya laki-laki, friends.
Tapi dia jago sekali masak-memasak. Makanannya sedap dan pandai mengolah bumbu
dapur sehingga dipanggil Mak Dapur. Hehe.
Setelah
makan malam bersama, kami mengadakan diskusi dan bincang-bincang terkait Pulau
Nangka ini. Asal-usul dinamakan Pulau Nangka. Mitos dan sejarah para penghuni
terdahulu Pulau Nangka. Keterkaitan dan dukungan pemerintah dalam memajukan
daerah ini dan tanya jawab seputar organisasi yang berjalan di Karang Taruna
Desa Dalil. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam dan lagi-lagi Mak
Diar membuat suasana jadi hangat karena mengajak bermain games. Kami
berjoget dan bersenang-senang sampai perut kami sakit karena tertawa. Setelah
itu, kami kembali ke tenda atau hammock masing-masing dan tertidur.
Komentar
Posting Komentar